Sang Pencipta Maha Adil dalam membagi nikmat bahagia. Rasa bahagia itu bisa dimiliki setiap orang. Bahagia bukan monopoli orang kaya, juga bisa dirasakan dan dinikmati kaum jelata sekali pun.
Rumah megah nan mewah belum tentu dinaungi rasa bahagia bagi penguninya. Rumah gubug reyot di tepi rel kereta api atau pun di pinggir jalan, belum tentu hatinya sengsara dan dijauhi nikmat bahagia.
Kadang orang mengejar habis-habis popularitas dan kekuasaan, seolah di sana rasa bahagia bersemayam. Justeru tidak sedikit orang merasakan kehampaam dan kekosongan jiwa ketika di puncak karier kekuasaan dan popularitas.
Siapa tidak mengenal artis kondang, King of Rock and Roll, Elvis Presley dari Negeri Paman Sam. Kaya raya, terkenal, ganteng dan gagah, ia digandrungi banyak wanita di era 1970-an. Bahkan ketampanan dan gayanya yang stylish dan menjadi trend setter kawula muda di masa itu.
Tapi sayang, Elvis meninggal dunia di usia muda, 42 tahun, persisnya 15 Agustus 1977 akibat kecanduan obat, di puncaj popularitas.
Popularitas dan kekayaan ternyata tak juga mengantarkan Elvis Presley pada kebahagiaan. Kecanduan resep obat itu mengantarkan ke ujung kehidupannya.
Kasus mendiang legendaris King of Rock and Roll, Elvis Presley banyak memberikan hikmah. Tidak sedikit orang berujung nestapa ketika duniawi menjadi ukuran meraih bahagia.
Lalu bagaimana islam memaknai kebahagiaan itu dan cara meraihnya. Sahabat Ibnu Abbas Radillahuanhu mengingatkan ada tujuh kunci kebahagiaan hidup manusia dunia dan akherat.
1. Hati yang penuh syukur
Hati yang penuh rasa syukur lebih dekat dekat bahagia. Orang yang bahagia itu mempunyai seribu dalih untuk lisannya berucap terima kasih atas pemberian Tuhannya. Ia tidak suka mengeluh. Hatinya tidak pernah meratap.
Allah SWT akan membalas rasa syukur umatnya dengan nikmat yang berlimpah. Termasuk didalamnya hatinya yang tentram.
Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (Q.S.: Ibrahim:7).
2. Pasangan hidup yang shaleh
Berbahgiallah orang yang memiliki pasangan hidup yang sholeh dan sholikhah. Tapi Sang Pencipta tidak serta merta mempertemukan jodoh yang baik itu ketika seseorang itu tidak menyolehkan dirinya sendiri.
Maka ihktiar itu adalah bagaimana kita untuk selalu berusaha meningkat kualitas kesholehan itu. Menuntun perilaku dan kepribadaan sesuai al quran dan asunnah dalam kaffah, itulah ukuran kesholehan yang sebenarnya.
3. Anak-anak yang shaleh
Anak adalah generasi penerus. Ketika orang tua tiada (mati), anaklah yang akan melanjutkan kehidupan. Anak yang shaleh itu diharapkan menerus tradisi kebaikan, khususnya doa yang terus terkirim ke langit ketika ayah ibunya tiada.
Anak yang shaleh itu pun mampu menghadirkan ketentraman. Ketika perilakunya selalu dalam kebaikan dan hidupnya tertuntutn dalam ibadah.
Inilah makna doa Ibrahim AS dan Sulaiman AS yang meminta kepada Tuhannya untuk diberikan kebaikan yang mengalir sampai anak keturunan. Doa itu yang harus menjadi tradisi keluarga muslim untuk membangun karakter anak shaleh.
Ya Allah, berikanlah kami petunjuk untuk dapat mensyukuri nikmat -Mu yang telah Engkau limpahkan kepadaku dan kedua orang tuaku agar kami dapat berbuat baik yang Engkau ridloi dan berikan kami kebaikan yang mengalir sampai anak cucu kami. Sungguh kami bertobat dan sungguh kami termasuk orang yang berserahj diri (QS : Al Ahqof: 15).
4. Lingkungan yang damai
Rukun dengan tetangga dan saudara adalah sebuah kenikmatan. Apa rasanya jika dengan tetangga dekat harus bermusuhan. Tentu jauh dari ketenangan dan kedamaian. Hatinya terasa sempit dan dililit kebencian. Tentu tidak enak dan susah.
Maka merangkai dan merawat rukun dengan tetangga itu akhlak seorang muslim. Sehingga para salafush shaleh mengingatkan barangsiapa percaya kepada Allah dan hari kiamat, maka berbuat baiklah dan muliakan tetangga (tamu).
Maka cara merajut kerukunan dengan tetangga adalah gemar bersedekah dan bersilaturakhim. Bersilaturakhim itu meluluhkan hati yang keras dan sedekah itu mampu menumbuhkan sikap saling menghormati dan menyayangi.
5. Rezeki yang halal
Mencari rezeki yang halal adalah amanah bagi seorang muslim. Jangan pernah tega memberi makan keluarga dan anak itu rezeki yang haram. Mencari rezeki yang haram itu sebuah keburukan. Dan keburukan itu mendekatkan ke neraka.
Sebutir rezeki haram yang masuk ke tubuh adalah memasukan bara api neraka. Bahkan tidaj hanya itu. Rezeki itu akan jadi tembok penghalang diterima amal ibadah dan tertolaknya doa-doa.
6. Memahami agama
Keimanan dan ketakwaan itu hanya bisa dirawat dengan ilmu. Siapa yang paling baik agamanya adalah mereka yang dibukaan pintu keilmuan yang luas dan diberikan kemampuan untuk mengamalkannya.
Bahkan Sang Pencipta berpesan agar umat-Nya dekat dengan orang shaleh. Maka tradisi orang muslim adalah gemar mencari ilmu dan merawatnya dalam amal.
Hai orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah dan berkumpullah engkau dengan orang-orang yang lurus/benar (shodik) (QS : Taubah:119).
7. Memiliki umur yang berkah.
Sangat beruntung mereka yang yang diberikan umur panjang dan waktu yang banyak diisi dengan kebaikan dan ibadah. Berkah itu dimaknai membuka jalan kebaikan.
Apa artinya diberikan umur panjang, tapi diisi dengan maksiat dan dosa. Maka beruntunglah mereka yang kaya dengan amal jariah. Ilmu yang bermanfaat dan juga memiliki anak yang shaleh yang istiqomah menjaga amal baik dan ibadah.
Bisa jadi orang shaleh itu umurnya pendek. Tapi kebaikan dan ilmu yang ditinggalkan bisa menjadi kebaikan jamaah yang masih hidup. Orang yang memiliki umur yang berkah itu adalah mereka yang memiliki kebaikan yang lestari lebih panjang dari umur jasadnya sendiri.
Penulis : Joko Priyono Klaten.