Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Jawa Tengah telah mengumumkan Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Pemerintah Kabupaten/Kota 2021, Jumat (27/05/22) lalu di Semarang. Sejumlah kabupaten / kota berhasil mempertahankan Opini Wajar Tanpa Pengecualian alias WTP.
Hasil WTP ini disambut gegap gempita. Pemkab Sukoharjo berhasil mempertahankan opini WTP tujuh kali berturut-turut. Pemkab Rembang dan Klaten mempertahankan opini WTP empat kali berturut tanpa jeda. Pemkab Kebumen sukses meraih delapan kali WTP. Paling mentereng adalah Pemkot Surakarta mengukir dua belas kali WTP berturut-turut (sumber portal berita : jatengprov.go.id).
Publikasi dan pemeritaan ini pun menghiasi setiap laman website pemerintah setempat. Tak cukup itu, pesan gambar baliho pun naik menghiasi panggung-panggung informasi strategis pusat kota. Pesan yang sama berupa desain grafis nan manis diunggah di setiap akun story media sosial pemerintah. Tak sedikit pula, halaman media cetak “kecipratan” kue kebahagiaan berupa berita advertorial.
Hasil opini WTP dari BPK itu pantas disyukuri. Hasil ini secara tersurat dan tersirat menjadi legitimasi bahwa catatan laporan keuangan pemerintah kabupaten / kota disajikan dalam kewajaran. BPK dengan tugas dan kewenangannya memeriksa laporan keuangan telah mendorong penyelenggaraan keuangan pemerintah daerah agar dijalankan secara transparan dan akuntabel.
Pertanyaan berikutnya adalah apa nilai kemanfaatan opini WTP ini bagi kepentingan rakyat? Apakah opini ini berkorelasi dan mampu mengungkit kesejahteraan rakyat atau minimal mendorong tingkat kepuasan masyarakat atas kinerja pemerintah?
Penulis berpendapat capaian opini WTP itu belum cukup dan harus disempurnakan, salah satunya adalah dengan mewujudkan tata kelola keterbukaan informasi pemerintah daerah sebagai badan publik yang informatif. Kalau opini WTP itu penilaian atas laporan keuangan daerah oleh BPK RI, yang notabene adalah institusi negara alias rekan sejawat, maka publik atau masyarakat pun berhak menilai kinerja pemerintah daerah melalui indikator keterbukaan informasi publik.
Kalau dokumen LKPD itu dilaporkan untuk diperiksa secara ekslusif dengan tujuan meraih opini BPK RI, maka masih ada satu kewajiban pemerintah daerah untuk melaporkan laporan keuangan itu kepada masyarakat sebagai dokumen informasi publik. Kalau penghargaan WTP diraih, namun pemerintah daerah selaku badan publik tidak informatif tata kelola informasinya, maka prestasi ini masih pincang.
Idealnya, kalau hasil laporan LKPD itu meraih opini WTP, maka pemerintah daerah selaku badan publik harus terbuka dan informatif terkait pengelolaan anggarannya, diminta atau tidak diminta oleh rakyat jika mereka pengin tahu. Di sinilah nilai transparansi tata kelola pemerintahan yang sesungguhnya.
UU Nomor 14 Tahun 2008 lahir menjadi barometer kepatuhan badan publik untuk melaksanakan tata kelola pemerintahan itu secara transparan sehingga memenuhi ketentuan akuntabilitas atau kepercayaan publik. Keterbukaan informasi mendorong partisipasi publik diawali dengan pengelolaan keuangan badan publik yang transparan. Dari sini diharapkan kinerja pemerintah meningkat ditandai dengan program kegiatan yang efektif dan efiesien.
Menurut ketentuan umum Bab 1 pasal 1 huruf 2 dari UU Nomor 14 Tahun 2008 menyebutkan informasi publik sebagai informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraanbadan publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.
Sedangkan badan publik menurut Bab 1 pasal 1 huruf 3 dari UU Nomor 14 Tahun 2008 menyebutkan sebagai lembaga eksekutif, yudikatif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.
Setiap badan publik wajib membentuk kelembagaan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi alias PPID (pasal 12 UU/14/2008). Badan publik membuat dan mengembangkan sistim penyediaan layanan informasi secara cepat, mudah dan wajar sesuai petunjuk teknis standar layanan informasi publik yang berlaku secara nasional.
Minimal ada empat jenis informasi publik yang harus dikelola badan publik melalui PPID yang wajib disediakan dan disebar-luaskan.
Pertama adalah informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala yang meliputi kinerja badan publik itu sendiri. Informasi yang wajib diunggah itu meliputi laporan keuangan, informasi badan publik, kegiatan badan publik termasuk didalam rencana pengadaan barang dan jasa.
Kedua adalah informasiyang wajib diumumkan secara serta merta meliputi segala informasi yang mengancam hajat hidup orang banyak seperti penyakit, kebencanaan dan ketertiban umum.
Ketiga adalah informasi wajib tersedia setiap saat. Informasi ini meliputi regulasi, daftar informasi publik yang dikuasai, kebijakan pemerintah, rencana kerja, perjanjian badan publik, prosedur kerja dan laporan mengenai pelayanan akses informasi.
Keempat adalah informasi yang dikecualikan yang kewajiban badan publik untuk mengumumkan kepada masyarakat terkait jenis informasi yang tidak boleh diakses atau dimohonkan informasi itu dalam dokumen daftar informasi dikecualikan atau DIK.
Kepatuhan badan publik atas keterbukaan informasi adalah ketika pejabat publik rajin mengunggah informasi dan tidak abai atas permohonan informasi. Saat ini pengelolaan anggaran pemerintah bukan lagi ranah privasi. Keterbukaan informasi bukan saja dimaknai sebagai kewajiban, tapi sebuah tuntutan. Para pejabat publik harus berani keluar dari zona aman, lebih terbuka dan transparan. Kalau pejabat publik masih malas mengelola informasi (publik), maka harus siap-siap dipermalukan rakyatnya sendiri.
Tak dipungkiri, keberhasilan pemerintah daerah meraih opini WTP itu adalah sebuah prestasi. Namun prestasi itu makin sempurna jika pemerintah kabupaten/ kota selaku badan publik melalui pejabat publik itu mampu melakukan tata kelola informasi secara baik sehingga meraih predikat badan publik yang informatif dan patuh atas keterbukaan informasi. Jika dua prestasi itu bisa disandingkan, maka itu baru hebat!
Penulis Joko Priyono S.Sos M.Si,
Kepala Sub Kordinator Layanan Informasi dan Statistik, Pranata Humas Tingkat Ahli Muda
Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Klaten.