Bersyukur Agar Nikmat Tidak Kabur
Negeri Saba disebutkan dalam al quran, awalnya adalah negeri yang subur makmur. Tanah yang dipijak sangat subur dengan hasil bumi berupa sayuran dan buah-buahan yang melimpah sehingga mereka sangat berkecukupan .
Bahkan dikabarkan Abdurakhman Bin Zaid, Negeri Saba karena diberkahi, sampai nyamuk pun tidak mau mendekat. Lalat dan ular yang berbahaya enggan mendekat karena keberkahan tanah Saba di masa Nabi Sulaiman AS itu.
Lalu mengapa Negeri Saba begitu subur makmur dan dikenal sangat indah sehingga membuat bahagia mayarakatnya kala itu?
Diceritakan Negeri Saba memiliki dua kebun yang sangat subur. Di kebun itu melimpah hasil buah-buahan yang cukup memberi makan masyarakat sekitar. Saking makmurnya, warga tidak harus memetik buah yang ranum dan manis itu. Buah sudah jatuh ke tanah dan warga tinggal memungut dan menimatinya, tidak harus memetik.
Sayang kaum Saba tidak pandai bersyukur. Alih-alih berterima kasih dengan beribadah, mereka malah gemar berbuat mungkar dan maksiat. Sifat kufur inilah yang mengundang murka Allah SWT.
Seketika itu Allah SWT turunkan bencana. Banjir bandang melanda datang tiba-tiba tanpa mereka sempat menyelamatkan diri. Kebun buah itu hancur luluh bersama ternak dan pemiliknya.
Sungguh negeri Saba ada tandakekuasaan Allah dan tempat tinggal mereka ada kebun di sebelah kiri dan kanan. Makanlah olehmu rezeki dari Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya, negeri yang aman dan makmur. Tapi mereka berpaling, maka kepada mereka diberikan banjir yang besar (QS: Saba :15-16).
Tidak ada sejengkal tanah pun yang luput dari kuasa Allah SWT. Indonesia negeri yang indah, subur dan makmur. Semua tanaman, sayuran dan buah lengkap ada di bumi Indonesia. Cerita Negeri Saba sudah cukup menjadi guru yang baik untuk kita belajar dan pandai bersyukur untuk merawat nikmat.
Lalu bagaimana rukun bersyukur itu?
1. Al Iktiraaf
Kita harus mengakui kenikmatan yang dirasakan adalah semata-mata dari Allah SWT. Artinya manusia tidak berkuasa atas nikmat itu. Setiap saat nikmat itu bisa pergi dan diambil. Sehat, rasa tentram dan nyawa kita misalnya.
Iblis berlaku sombong dengan penciptaan dirinya sehingga enggan bersujud kepada Nabi Adam AS. Dengan congkak Iblis berkelakar : Aku lebih baik daripadamu (Nabi Adam). Aku diciptakan dari api, engkau dibuat dari tanah.
Qorun pun termasuk manusia yang takabur. Ia merasa hartanya yang melimpah adalah hasil jerih payah dan ilmunya. Kecongkakan itu dibuktikan dengan pernyataanya yang diabadikan : Sungguh aku diberi harta itu semata-mata karena ilmu yang ada padaku.
Apa pun nikmat yang ada itu harus diakui setiap mukmin bahwa semata-mata itu adalah semua itu pemberian Allah SWT. Ketika keyakinan itu ada, maka menggunakan nikmat itu untuk kebaikan atau sesuai perintah Sang pemilik nikmat.
2. At tahaduts
Hamba yang pandai bersyukur itu lisannya tidak akan pernah lupa berterima kasih. Caranya adalah dengan terus menyebut Sang Pemberi dan Pemilik yang berkuasa nikmat itu. Menyebut-nyebut nikmat itu adalah cara bersyukur agar hamba itu tidak lupa nikmat.
Dia ucapkan alhamdulillah itu memenuhi timbangan (HR Muslim).
Barangsiapa tidak bisa mensyukuri yang sedikit, maka tidak bisa mensyukuri yang banyak. Barangsiapa yang tidak bersyukur pada orang lain, maka tidak bersyukur kepada Allah. Bersatu itu rahmat, berpecah belah itu adzab (HR; Bukhori).
Puncak syukur bagi seorang muslim itu adalah berdakwah.
3. At Thoah
Asyiah RA seperti diriwayatkan sahabat Muslim menceritakan pernah bertanya kepada Nabi tentang pertanyaan mengapa beliau rela sampai bengkak kakinya padahal dijamin masuk surga. Pertanyaan Aisyah RA ini bukan pertanyaan biasa.
Derajat Nabi Muhammad yang begitu mulia dan dipastikan jadi penghuni surga pun begitu kuat ibadahnya. Beliau rela meninggalkan nyenyaknya tidur dan melawan kantuk di saat malam yang sunyi untuk meraih ridlo Tuhannya.
Nabi menjawab : Tidak bolehkah aku menjadi hamba yang bersyukur.
Bersyukur itu menjadi alasan beribadah kepada Allah SWT. Seorang muslim belum sampai pada syukur yang sejati, sebelum bisa menggunakan nikmat itu untuk beribadah. Menjaga nikmat itu adalah menggunakan hidup untuk beribadah.
Bersyukurlah dan beribadahlah agar nikmat itu tidak kabur.
Hanya Allah yang mengetahui kebenaran yang sebenarnya.
Penulis : Joko Priyono Klaten.