Hati adalah kekayaan manusia yang tidak tampak. Keberadaannya akan senantiasa menyuarakan kebaikan, jika ia dituntun cahaya hidayah. Sebaliknya, hati juga bisa mendorong manusia pada keburukan atau perbuatan dosa, jika ia dikuasai bisikan-bisikan setan.
Maka menjaga hati menjadi sebuah kewaspadaan bagi seorang muslim. Memberikannya nutrisi-nutisi ibadah dan mengasahnya dengan suara-suara hidayah dengan banyak-banyak duduk di majelis-majelis ilmu, mampu mengasah hati senantiasa dalam kebaikan.
Dunia sendiri diciptakan penuh keindahan. Pribadi muslim tidak boleh terlena dengan keindahan dan kesibukan dunia. Kalau tidak selalu diingatkan, aktifitas dan kesibukan dunia bisa melalaikan .
Hati-hati membelanjakan waktu. Bobot manusia di sisi Sang Pencipta akan dinilai dari bagaimana waktu-waktu semasa hidup itu habis digunakan. Masa itu habis untuk kebaikan dan amal sholeh, atau diumbar sekedar untuk keburukan dan maksiat.
Jangan sampai kita tergolong manusia yang memiliki hati yang hitam. Celakalah mereka yang memiliki hati yang hitam. Kehidupan jauh dari hidayah. Ia hidup dalam kegelapan, tidak bisa membaca kebaikan dan dosa, halal dan haram, buta membedakan kebenaran dan kebatilan.
Siapa mereka itu?
1. Hati gholizhoh (kasar)
Imam Qurtubi mengatakan hati mereka keras dan kasar, begitu juga sikap dan perilakunya. Mereka miskin rasa kasih sayang. Jika mereka bebuat sakit, maka (amalan) itu sangat sedikit.
Maka disebabkan rahmat Allah-lah , kamu berperilaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras dan kasar, tentu mereka menjauhkan diri dari sekelilingnya (QS : Ali Imron: 159).
2. Hati zaighoh (condong kesesatan)
Hati yang seperti ini mereka condong kepada kesesatan. Berat sekali kakinya melangkah untuk ibadah dan kebaikan. Sedikit sekali hatinya terpaut dengan Sang Pencipta.
Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat mustasyabihat (ayat yang membutuhkan tafsir) daripada untuk menumbuhkan fitrah untuk mencari takwil (penafsiran). Padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah (QS : Ali Imron : 7).
3. Hati ghoflah (lalai)
Hati mereka sekedar menurutkan hawa nafsu. Adzan tak dihiraukan, peringatan kebenaran diabaikan, bahkan sesuatu perbuatan yang nyata-nyata kebatilan dan mungkar, tetap saja mereka rajin mengerjakan seolah tanpa salah dan penyesalan.
Jika disampaikan petunjuk kebenaran, mereka menolaknya. Hidupnya dihabiskan untuk menikmati dunia sepuas-puasnya, karena mereka menganggap dunia itu adalah surga kenikmatan baginya.
Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, mereka menuruti hawa nafsunya dan untuk keadaannya itu melewati batas (QS: Al Kahfi :28).
4. Hati qosiyah (membatu)
Hati mereka keras membatu. Mereka tidak sedikit pun takut terhadap ancaman Sang Pencipta. Hatinya hanya dipenuhi kecintaan dunia dan dilingkupi maksiat. Hatinya gelap pekat dimana tidak lagi bisa terang membedakan antara kebenaran dan kebatilan.
Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti buta, bahkan lebih keras lagi (QS : Al Baqoroh: 74).
5. Hati mughfillah (tertutup)
Hati mereka benar-benar tertutup untuk nilai kebaikan. Sayib Qutub mengatakan seruan dakwah tak bisa menembus hatinya. Hidayah itu lewat saja seperti angin yang berhembus.
Ibarat rumah, hati mereka tertutup rapat. Mereka tidak mampu disentuh dengan kebaikan. Telinga seperti tuli dan matanya ibarat buta. Mereka tak mampu mendengar dan melihat kebaikan, biar pun hanya sedikit.
Hati (mereka) kami tutup. Allah telah melaknat mereka karena keingkaran mereka. Maka sedikit sekali mereka yang beriman (QS : Al Baqoroh: 88).
Penulis : Joko Priyono Klaten.