• Jelajahi

    Copyright © MARI MENYERU
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    pasang

    Subscribe YouTube

    Tenggelam Akibat Menyimpan Hati yang Hitam

    JEPRI JOKO PRIYONO KLATEN
    Senin, 01 Agustus 2022, Agustus 01, 2022 WIB Last Updated 2023-01-26T02:38:16Z

     



    Hati adalah kekayaan manusia yang tidak tampak.  Keberadaannya akan senantiasa menyuarakan kebaikan, jika ia dituntun cahaya hidayah. Sebaliknya, hati juga bisa  mendorong manusia pada keburukan atau perbuatan dosa, jika ia dikuasai bisikan-bisikan setan.

    Maka menjaga hati menjadi sebuah kewaspadaan bagi seorang muslim. Memberikannya  nutrisi-nutisi ibadah dan mengasahnya dengan suara-suara hidayah dengan banyak-banyak duduk di majelis-majelis ilmu, mampu mengasah hati  senantiasa dalam kebaikan.

    Dunia sendiri diciptakan penuh keindahan. Pribadi muslim tidak boleh terlena dengan keindahan dan kesibukan dunia.  Kalau tidak selalu diingatkan, aktifitas dan kesibukan dunia bisa melalaikan .

    Hati-hati membelanjakan waktu. Bobot manusia di sisi Sang Pencipta  akan dinilai dari  bagaimana waktu-waktu semasa hidup itu habis digunakan. Masa  itu habis untuk kebaikan dan amal sholeh, atau diumbar sekedar untuk keburukan dan maksiat.

    Jangan sampai kita tergolong manusia yang memiliki hati yang hitam. Celakalah mereka yang memiliki hati  yang hitam.  Kehidupan jauh dari hidayah.  Ia hidup dalam kegelapan, tidak bisa membaca kebaikan dan dosa, halal dan haram, buta membedakan kebenaran dan kebatilan.

    Siapa mereka itu?

    1. Hati gholizhoh (kasar)

    Imam Qurtubi mengatakan hati mereka keras dan kasar, begitu juga sikap dan perilakunya.  Mereka miskin rasa kasih sayang.  Jika mereka bebuat sakit, maka (amalan) itu sangat sedikit.

    Maka disebabkan rahmat Allah-lah , kamu berperilaku lemah lembut terhadap mereka.  Sekiranya kamu bersikap keras dan kasar, tentu mereka menjauhkan diri dari sekelilingnya (QS : Ali Imron: 159).

    2. Hati zaighoh (condong kesesatan)

    Hati yang seperti ini mereka condong kepada kesesatan.  Berat sekali kakinya melangkah untuk ibadah dan kebaikan. Sedikit sekali hatinya terpaut dengan Sang Pencipta.  

    Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat mustasyabihat (ayat yang membutuhkan tafsir) daripada untuk menumbuhkan fitrah untuk mencari takwil (penafsiran). Padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah (QS : Ali Imron : 7).

    3. Hati ghoflah (lalai)

    Hati mereka sekedar menurutkan hawa nafsu. Adzan tak dihiraukan, peringatan kebenaran diabaikan, bahkan sesuatu perbuatan yang nyata-nyata kebatilan dan mungkar, tetap saja mereka rajin mengerjakan seolah tanpa salah dan penyesalan.

    Jika disampaikan petunjuk kebenaran, mereka menolaknya. Hidupnya dihabiskan untuk menikmati dunia sepuas-puasnya, karena mereka menganggap dunia itu adalah surga kenikmatan baginya.

    Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, mereka menuruti hawa nafsunya dan untuk keadaannya itu melewati batas (QS: Al Kahfi :28).

    4. Hati qosiyah (membatu)

    Hati mereka keras membatu. Mereka tidak sedikit pun takut terhadap ancaman Sang Pencipta. Hatinya hanya dipenuhi kecintaan dunia dan dilingkupi maksiat.  Hatinya gelap pekat dimana tidak lagi bisa terang membedakan antara kebenaran dan kebatilan.

    Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti buta, bahkan lebih keras lagi (QS : Al Baqoroh: 74).

    5. Hati mughfillah (tertutup)

    Hati mereka benar-benar tertutup untuk nilai kebaikan. Sayib Qutub mengatakan  seruan dakwah tak bisa menembus hatinya. Hidayah itu lewat saja seperti angin yang berhembus.

    Ibarat rumah, hati mereka tertutup rapat. Mereka tidak mampu disentuh dengan kebaikan. Telinga seperti tuli dan matanya ibarat buta. Mereka tak mampu mendengar dan melihat kebaikan, biar pun hanya sedikit.

    Hati (mereka) kami tutup. Allah telah melaknat mereka karena keingkaran mereka. Maka sedikit sekali mereka yang beriman (QS : Al Baqoroh: 88).

      

    Penulis : Joko Priyono Klaten.

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini