• Jelajahi

    Copyright © MARI MENYERU
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    pasang

    Subscribe YouTube

    Merancang (Kematian) Husnul Khotimah

    JEPRI JOKO PRIYONO KLATEN
    Kamis, 19 Januari 2023, Januari 19, 2023 WIB Last Updated 2023-03-08T23:20:35Z


    KLATEN - Manusia yang paling cerdas adalah mereka mudah mengingat kematian. Kematian diyakini bukan hantu  yang menakutkan tapi pintu masuk perjumpaan dengan Tuhan, Sang Kholik yang dirindukan.

    Suasana batin itulah yang dirasakan Kholilullah (kekasih Allah) Ibrahim AS menjelang wafat. Idzroil, malaikat pencabut nyawa itu dipaksa  kembali ke langit tatkala Nabi Ibrahim menolak diambil nyawanya. Bapak para nabi itu berkata” Hai Idzroil kembalilah ke langit, apakah tega Allah mematikan hamba yang dicintai-Nya”.

    Seketika itu juga malaikat Idzroil kembali ke langit menghadap Allah SWT membawa kabar penolakan Nabi Ibrohim untuk dicabut nyawanya.  Kemudian Allah SWT mengatakan “Sampaikan wahai Idzroil kepada Ibrahim, apakah ia tidak ingin berjumpa dengan Tuhan-Nya, Dzat yang dicintainya”.

    Baru setelah disampaikan pesan Allah SWT, luluh hati Ibrahim. Dengan husnul khotimah, Nabi Ibrahim diwafatkan dengan hati penuh berserah diri.

    Kisah religi kewafatan Ibrahim AS memberikan hikmah bahwa kematian yang baik itu perlu dipersiapkan, biar pun waktu tempat dan cara perpisahan ruh dan raga itu takdir yang ghoib.

    Banyak mengingat mati  itu akan mampu mengasah mata hati. Ia akan bersegera mempersiapkan amalan terbaik untuk hari esok (akherat yang kekal) dan berhati-hati sungguh untuk tidak berbuat dosa dan maksiat.

    Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa (QS Ali Imron : 133).

    Ia tidak mudah tergoda  keindahan dunia, juga tidak larut dan lalai atas manisnya kenikmatan-kenikmatan itu. Rasa takut akan rasa pengawasan Tuhan-nya (muraqabatillah) cukup menjadi peneguh untuk tidak jatuh dalam dosa.

    Kematian itu sesungguhnya tidak saja peristiwa pisahnya ruh dengan raga, tapi juga pintu pemutus dengan segala kenikmatan manusia atas kecintaan dunia. Tapi hakekat kematian sesungguhnya adalah pintu perjumpaan dengan Allah SWT memberikan  balasan atas semua amal hidup manusia tatkala ada di dunia.

    Baik dan buruk amal manusia kala di dunia pasti akan dibalas (yaumul jaza). Besar dan kecil amalan manusia kala didunia akan ditimbang (yaumul mizam). Semua makluk manusia dari Nabi Adam AS sampai manusia di penghujung zaman akan dibangkinkan (yaumul ba’tsi) untuk diberikan balasan yang adil dan setimpal.

    Maka sangat beruntunglah orang-orang beriman dan beramal shaleh itu.

    Dan tidak sama orang buta dengan orang yang bisa melihat.  Dan tidak sama antara orang yang beriman dan yang beramal sholeh itu dengan orang yang berbuat jahat.  Hanya sedikit dari kalian yang mengambil pelajaran (QS Al Ghofir :58). 

    Nasib yang malang bagi mereka yang lalai. Penyesalan itu selalu datang terlambat. Nasib buruk itu telah Allah SWT kabarkan bagi manusia akhir zaman, ketika orang - orang yang lalai itu menyesali hidupnya di dunia, mengapa dulu tidak taat beribadah, sebab menolak hidayah.

    Maka penyesalan itu diungkapkan dalam kalimat keputus-asaan yang tak berujung tatkala harus mempertanggungjawabkan perbuatan hidup di depan Tuhan.

    Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu (orang kafir) azab yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya; dan orang kafir berkata, “Alangkah baiknya seandainya dahulu aku jadi tanah” (QS Annaba : 40).

    Lalu bagaimana merancang kematian husnul khotimah itu ?

    1. Menjaga kelurusan niat

    Sarat diterimanya amal ibadah itu adalah ikhlas.  Yakni menempatkan amal ibadah itu semata mendapat balasan Allah SWT, bukan pamrih manusia. Keikhlasan niat ini menjadi kunci istiqomahnya amal. Tanpa keikhlasan niat tidak akan ada keistiqomahan amal.

    2. Tidak menunda kebaikan

    Ummu Mahjan adalah kisah wanita tua pembersih masjid Nabawi di masa Rosulullah. Setiap ada kotoran masjid, ia yang membersihkannya hingga sakit mengantarkan kematiannya.

    Rosulullah yang dikabari terlambat kematian Ummu Mahjan ini lalu berdoa di dekat makam kuburnya.  Sesaat setelah itu dikabarkan Rosullullah kepada para sahabat bawha Ummu Mahjan ahli surga dengan amalannya, yang mungkin kebanyakan orang menganggap amal sepele yakni membersihkan masjid.

    3. Banyak membaca kalimat tauhid

    Barang siapa mengucapkan laa ilaha illah, karena semata mencari wajah Allah  (pahala) lalu amal itu ditutup dengannya, maka ia masuk surga.  Barang siapa puasa karena semata mencari wajah Allah lalu amal itu ditutup dengannya, maka ia masuk surga. Barang siapa shodakoh karena semata mencari wajah Allah lalu amal itu ditutup dengannya, maka ia masuk surga (HR Abu Dawud).

    Maka lazimkan lidah ini menyebut nama Allah, agar kalimat tauhid itu melafalkan laa ilaha illah  tatkala maut mnejmput.

    4. Lisan yang basah dengan istigfar.

    Arab-latin: Allâhumma anta rabbî, lâ ilâha illâ anta khalaqtanî. Wa anâ ‘abduka, wa anâ ‘alâ ‘ahdika wa wa‘dika mastatha‘tu. A‘ûdzu bika min syarri mâ shana‘tu. Abû’u laka bini‘matika ‘alayya. Wa abû’u bidzanbî. Faghfirlî. Fa innahû lâ yaghfirudz dzunûba illâ anta. 

    Artinya: “Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku. Tidak ada Tuhan selain Engkau yang telah menciptakanku. Aku adalah hamba-Mu. Dan aku atas tanggungan dan janji-Mu selama aku masih mampu. Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan yang telah aku perbuat. Aku mengakui nikmat yang Kau berikan kepadaku. Aku mengakui dosaku, maka ampunilah aku. Sesungguhnya tidak ada yang bisa mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau." (HR Bukhori Nomor 5848).

    Orang yang baik itu adalah mereka yang diberikan umur panjang dan banyak kebaikannya. Orang yang buruk itu ketika diberikan umur panjang tapi tapi diisi dengan maksiat. Karena ajal itu rahasia Allah SWT, maka mari berlomba - lomba dalam kebaikan atau fastabiqul khoirot.

    Ketika niat ibadah dan kebaikan itu lurus, maka selesai separuh urusan agama itu. Maka jangan pernah berhenti berbuat baik, hingga kebaikan itu menyertai sampai hembusan nafas terakhir kita.

    Hanya Allah yang mengetahui kebenaran yang sebenarnya.

     

    Penulis Joko Priyono Klaten.

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini