KLATEN - Kisah ini diceritakan dalam halaqah sebuah pondok pesantren. Sang guru mengajarkan ilmu tasawuf melalui kisah - kisah yang penuh hikmah mendalam.
Diceritakan dulu ada kyai alim yang mempunyai banyak murid. Petuah-petuahnya selalu diingat dengan hujah atau penerimaan ilmu yang kuat bagi siapa saja yang mendengar. Kealiman dan kedalaman ilmu membuat banyak murid menghormati nya alias takzim.
Suatu saat sang kyai bertandang ke saudaranya yang lain. Sebagai adab penghormatan tamu, maka sang empunya rumah menyajikan makanan terenak yang dimasaknya sendiri. Disajikannya menu lezat daging kesayangan sang kyai.
Sang kyai begitu lahap menyantap daging, menu kesayangannya.
Saking nikmatnya menyantap daging, tak disangka ada sekerat daging masuk disela-sela gigi sang kyai.
Beliau merasa risih dengan daging yang menyusup disela-sela giginya yang lazim disebut "slilit" itu.
Sang kyai berusaha keras mengeluarkan slilit itu dari rongga giginya. Berbagai cara dilakukan agar slilit itu bisa keluar, namun hasilnya gagal.
Akhirnya sang kyai sampai didekat sebuah pagar bambu.
Dicongkel dan dibelahnya pagar bambu itu menjadi sebesar lidi untuk bisa mengeluarkan slilit itu.
Sayang sungguh malang sang kyai. Bukan slilit yang bisa dikeluarkan, justru bilah bambu kecil itu menusuk ruas gusi sang kyai.
Darah mengucur deras tak dapat dibendung. Sang kyai kesakitan. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Singkat cerita sang kyai wafat akibat bilah bambu sebesar lidi yang diambil dari pagar bambu tetangga guna mengeluarkan slilit daging disela-sela gigi yang menusuk ruas gusinya.
Suatu saat ada murid sang kyai bercerita telah bermimpi bertemu sang kyai di alam kubur. Diceritakan sang kyai yang alim dan banyak murid itu dalam keadaan susah dan menderita di alam kubur. Lalu sang murid menanyakan perihal penyebab kemalangan hidupnya di alam kubur, padahal beliau seorang guru yang alim dan gemar mengajarkan ilmu.
Sang kyai menjawab Tuhan telah menghukum nya sebab telah mengambil dan memotong sebilah bambu dari pagar tetangga tanpa ijin guna mengeluarkan slilit di disela-sela giginya. Akibat dosa itu Tuhan tidak ridlo dan membalasnya dengan penderitaan di alam kubur.
Mendengar cerita itu sang murid lalu meminta ridlo pemilik pagar bambu agar mengikhlaskan bilah bambu kecil untuk pengampunan dosa sang kyai.
Setelah diikhlash bilah bambu itu oleh sang empunya, maka akhirnya Tuhan mengampuni dosa sang kyai dan memasukannya ke surga.
Ibroh dan pelajaran dari kisah ini adalah jangan pernah menganggap sepele perbuatan dosa, biar pun itu sebuah dosa kecil. Hanya karena mengambil bilah pagar bambu kecil tanpa izin untuk mengeluarkan slilit daging dirongga gigi itu saja sudah cukup membuat sang kyai yang alim itu menderita. Bagaimana jika ada orang yang sengaja secara dlolim itu mencuri kayu sebesar atau senilai gelondongan yang dicuri milik orang lain ataupun korupsi harta rakyat.
Semoga Allah SWT selalu menuntun kita dalam jalan kebaikan dan kebenaran.
(Kisah itu ditulis kembali dari ceramah KH Muchlis Hudaf, Ketua BAZNAS Klaten di acara tarling di Masjid Nur Azizah komplek Setda Klaten, Senin 17/04/23).
Penulis Joko Priyono Klaten