• Jelajahi

    Copyright © MARI MENYERU
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    pasang

    Subscribe YouTube

    Dunia Hanya Ada Amal, Akherat Hanya Ada Balasan

    JEPRI JOKO PRIYONO KLATEN
    Senin, 03 April 2023, April 03, 2023 WIB Last Updated 2023-04-04T04:21:00Z


    KLATEN - Kehidupan dunia hakekatnya adalah ujian keimanan manusia. Islam yang membawa kabar dari langit melalui kitab suci al quran banyak menerangkan tentang kehidupan yang ghaib.  Tapi fitrah itu bagi orang beriman sangat menyakini kebenarannya.

    Seperti ketika al quran mengabar tentang cerita surga dan neraka, maka itu adalah bahasa keimanan.  Sebuah keyakinan yang suci bahwa ketika manusia berbuat baik akan berbalas surga dan sebaliknya jika berdosa atau melanggar perintah akan berbalas neraka.

    Hari kiamat pun hal yang ghaib. Sebuah peristiwa dasyat atas kehendak Sang Pencipta menggulung jagat raya bak kapas yang dibuat bercerai berai seiring air lautan yang ditumpahkan ke daratan.

    Manusia bak biji padi dikoyak-koyak di atas nampan bambu. Batu gunung dibuat-Nya beterbangan bagaikan kapas. Tidak ada lagi kekuasaan dan tidak ada lagi pertolongan.  Semuanya bertanya-tanya, apa yang sedang terjadi sampai-sampai seorang ibu lupa atas anaknya dan anak lupa atas ibunya.

    Kiamat itu dasyatnya maha dasyat.

    Lalu bagaimana nasib manusia kelak di kehidupan abadi di alam akherat? Kholifah Ali Bin Abi Tholib Radiullahuanhu mengatakan hidup di dunia itu yang ada hanya amal tidak ada balasan.

    Akan tetapi kehidupan di akherat yang ada hanyalah balasan tidak ada lagi amal.

    Pesan menantu Nabi Muhammad SAW yang menikahi Fatimah Azzahra Radiullahuanha itu penuh hikmah mendalam.

    Ketika kehidupan dunia sebagai ujian keimanan, maka manusia bebas memilih atas jalan hidupnya. Ia akan taat atau tidak, sholat atau tidak, puasa atau tidak puasa, akan amanah atau berkianat, semua terserah kepada pilihan sikap hidup manusia.

    Orang beriman  yang  memegang teguh keyakinannya, kemudian bersabar menuntun tangan dan kakinya bersujud atas syariat Allah SWT, maka itu semua adalah amal sholeh.

    Sholat itu ia tegakkan walaupun dengan bersusah payah.  Ia berhati-hati menjaga sehat dan waktunya senantiasa dalam ibadah dan kebaikan. Matanya dijaga dari pandangan yang haram.  Kakinya anti menuju tempat maksiat.

    Lidahnya senantiasa berkata jujur dan pantang mengunjing kekurangan dan cacat saudaranya yang lain. Nafsunya ditundukkan dalam bingkai syariat.

    Seorang istri yang sholikhah taat dan patuh menjaga kehormatan dirinya. Sebaliknya suami yang beriman setia menjaga janji sucinya pantang meninggalkan istrinya yang di rumah yang terbukti baik, bukan “kepencut” mengejar yang menarik guna  melampiaskan nafsu sesaat.

    Namun kebanyakan manusia dibuat lalai atas keindahan dunia. Orang yang diperbudak kekuasaan, maka pangkat dan derajat itu dikejar membabi buta. Lalu kekuasaaan itu membuatnya jumawa kemudian merendahkan harkat dan martabat manusia lain yang dianggapnya tak lagi berharga dan hina.

    Orang yang silau dengan harta, maka kekayaan itu dianggapnya sumber kebahagiaan. Emas, perak dan harta kemewahan ditumpuk-tumpuk untuk dijadikan surganya di dunia.  Tidak penting sumber kekayaan halal ataukah  haram, apakah harus menipu, berbohong bahkan mengambil hak orang lain atau merampas harta negara lewat korupsi manipulasi bahkan gratifikasi, semuanya disikat.

    Tapi Sang Pencipta yang mencipta setiap manusia maha adil.  Semua perbuatan manusia akan dibalas sesuai takarannya. Kebaikan adalah tetap kebaikan. Kebatilan adalah tetaplah kebatilan.

    Ketika Allah SWT bersumpah atas penciptaan  siang dan malam.  Begitu juga ketika Allah ST bersumpah demi masa.  Maka kebaikan dan keburukan itu adalah dua hal yang berbeda, seperti berbedanya waktu siang dan waktu malam.  

    Sama hal  berbedanya orang yang buta dan orang yang bisa melihat.

    Dan tidak sama orang yang buta dengan orang yang melihat, dan tidak (sama) pula orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan dengan orang-orang yang berbuat kejahatan. Hanya sedikit sekali yang kamu ambil pelajaran” (Q.S. Al Ghofir :58).

    Hanya Allah yang mengetahui kebenaran yang sebenarnya.

    Penulis Joko Priyono Klaten.

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini