• Jelajahi

    Copyright © MARI MENYERU
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    pasang

    Subscribe YouTube

    Bahagia Dalam Dakwah

    JEPRI JOKO PRIYONO KLATEN
    Senin, 08 Mei 2023, Mei 08, 2023 WIB Last Updated 2023-05-10T03:39:26Z


    MARIMENYERU.COM- Memilih jalan dakwah itu bukan pilihan yang mudah. Arah menuju ke sana membutuhkan proses waktu panjang untuk selanjutnya  meneguhkan diri mengajak kebaikan dan mengingatkan kemungkaran pada umat.  Sebab jalan dakwah itu butuh perjuangan dan pengorbanan.

    Untuk mengarunginya tidak cukup bermodal ilmu dan kemampuan retorika memikat nan berapi-api. Berdiri di atas mimbar, bukanlah panggung untuk unjuk ilmu dan kebolehan yang menjadi dalih seseorang untuk pongah.

    Justeru ketika ketika ego dan kepercayaan diri berlebih atas ilmu dan kemampuan orasi di atas panggung, acapkali berakhir kekecewaan jika terbersit berniat yang salah.

    Memang untuk berdakwah membutuhkan ilmu, sebab di sana mewajibkan transformasi nilai – nilai kebenaran dari langit yang bersumber dari Sang Pemilik Kebenaran. Tapi ilmu itu harus diletakan di atas doa dan permohonan  kemudahan menyampaikan risalah kebenaran itu sendiri. 

    Niat yang suci itulah kekuatannya. Kesucian itu yang menjadi kunci datangnya pertolongan dan hujah yang kelak mampu membukakan pintu hidayah sehingga  mampu memancari hati-hati yang tengah gersang dan gundah.

    Gerakan dakwah itu menyampaikan kebenaran yang dibalut kesantunan akhlak. Dakwah itu mengajak bukan mengejek.  Dakwah itu merangkul bukan memukul. Dakwah itu memuliakan bukan menghinakan. Dakwah itu menghidupkan bukan mematikan.  Dakwah itu membina bukan menghina.  Dakwah itu menyatukan bukan memecah belah.

    Lurus dan teguh untuk menjaga tegaknya kalimatillah “Laaillaha illahu”, itulah hakekat tujuan dakwah. Maka niat-niat lain itu harus disingkirkan sejauh-jauhnya, jangan sampai merusak dan mengganggu perjalanan dakwah yang panjang dan melelahkan itu.

    Inilah jalan yang dulu ditempuh para rosul,  nabi dan sahabat. Jumlah mereka tidak banyak, segelintir manusia saja. Tidak semua manusia akan memilih meniti jalan ini. Allah SWT akan memilih sosok yang dipilih.  Allah SWT akan memilah pribadi yang dipilah di antara jutaan manusia yang lain.

    Jangan heran jika berdakwah itu akan bersahabat dengan lelah, capek, letih dan tantangan. Maka malam yang gelap itu tetap saja ditempuh untuk menjemput wajah-wajah saudaranya yang lain yang menunggu ayat demi ayat yang meluncur dari lidahnya yang mendalilkan kesejukan. Tak jarang hujan, angin dan udara dingin laksana seribu anak panah yang harus dikalahkan.

    Bisa jadi raganya sakit. Tapi kecintaan kepada umat itu mengalahkan badannya yang kadang dirongrong sakitnya rasa sakit.

    Kembali kekuatan hati sang penyeru itu akan senantiasa membisikan kalimat sakti,  “Bismillahi rakhman nir rakhim.  La khaula walla quata illa billlah“. Dengan menyebut namamu ya allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, tiada daya kekuatan hanya dari Allah semata.

    Maka Allah SWT memberikan janji-Nya bagi hamba-hamba yang memilih jalan dakwah itu.

    Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah dan mengerjakan kebajikan dan berkata, “Sungguh, aku termasuk orang-orang muslim (yang berserah diri)? (QS ; An Fusilat Ayat 33).

    Kebahagiaan tertinggi setiap muslim adalah surga-Nya yang abadi. Kedudukan kemuliaan itu bukan kenikmatan dunia, tapi kenikmatan tatkala bertemu dengan dzat yang dicinta dan disembah. 

    Itulah janji Allah SWT yang harus merasuk di relung-relung hati sang penyeru. Niat yang tulus itu menjadi bara api yang terus menyalakan syiar – syiar islam dalam langkah perjuangannya.

    Istiqomah itu berat. Tapi istiqomah bisa dimiliki mereka yang mempunyai niat yang tulus.  Bermodal “bismillah” untuk tegaknya “Laaillaha illahu” berbekal jiwa tawakal “la khaula walla quata illa billlah”.

    Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.(QS : Muhammad Ayat 7).

    Marilah tetap menyeru, sampai jasad ini membujur kaku.


    Penulis Joko Priyono Klaten.

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini