• Jelajahi

    Copyright © MARI MENYERU
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    pasang

    Subscribe YouTube

    Nasib Kakek Sayemi Asal Bero Klaten Pengerajin Anyaman Bambu, Bak Hidup Segan Mati Tak Mau

    JEPRI JOKO PRIYONO KLATEN
    Senin, 19 Juni 2023, Juni 19, 2023 WIB Last Updated 2023-06-21T07:37:45Z

     


    MARIMENYERU.COM – Jari – jemari Kakek Sayemi Hadi Sumanto masih lincah menari di atas lembar-lembar iratan bambu.

    Pria berusia sekitar 72 tahun pengerajin anyaman bambu Dukuh Gatak, Bero, Trucuk, Klaten duduk bersila di teras depan rumah sambil tangannya terus bekerja membuat alat dapur tradisional anyaman tompo dan kreneng.

    Lagu dangdut atau karawitan pancaran radio pemerintah RSPD Klaten kesukaannya menjadi teman setia pengusir lelah dan rasa mengantuk ketika harus kerja lembur sampai tengah malam.

    Kakek Sayemi dan istri adalah pengrajin ayaman  bambu tompo dan kreneng yang masih tersisa. Dua alat dapur alami  itu berbentuk hampir kubus untuk mencuci masakan. Tompo, anyamannya lebih rapat dan biasanya untuk mencuci beras.

    Kalau kreneng anyamannya lebih renggang.  Kreneng cocok untuk mencuci sayuran sebelum direbus.

    Ditemani istrinya yang setia, kakek Sayemi masih bertahan menjadi pengerajin anyaman bambu, biar pun saat ini alat bantu masak praktis modern menjadi saingannya.

    Kakek Sayemi tidak sendirian menjadi pengerajin anyaman bambu. Ada sekitar 30 warga lain yang bertahan menjadi pengerajin bambu. Itu pun didominasi ibu – ibu yang jamak sudah lansia.

    Anak muda di Dukuh Gatak, Bero, Trucuk, Klaten  sebagai salah satu sentra pengerajin alat dapaur bambu, hanya sedikit yang tertarik  menganyam bambu.  Bekerja menjadi karyawan pabrik lebih menarik sebab daerah kecamatan sekitar pembangunan  pabrik banyak menjamur.

    “Saya sudah sejak kecil menjadi pengerajin tompo.  Kadang-kadang saja dulu bekerja sebagai jasa cangkul di sawah atau menjaga air untuk pengairan. Istilahnya “nurut banyu”.  Kalau menjaga air biasa sampai ke daerah Trucuk ketemu Pak Yososuparto, penjaga bendungan. Kini beliau dah meninggal, saya masih muda” terang Sayemi bercerita masa mudanya dulu.

    Kini bekerja sebagai jasa cangkul sawah tidak laku lagi. Semua sudah digantikan dengan mesin. Menjadi pengerajin anyaman bambu menjadi pilihan yang realistis bagi Kakek Sayemi.

    “Sekarang menjadi pengerajin anyaman bambu menjadi pekerjaan utama. Istri sekarang juga tidak lagi bisa bekerja sebagai jasa tanam padi. Istri yang membantu menghaluskan iratan sambal menganyam.  Saya yang biasa membelah bambu” tutur Sayemi kepada MARIMENYERU.COM.

    Harga sebuah tompo dan kreneng masih dihargai sangat murah. Tompo dan kreneng harganya sama, yakni 3 ribu per buah atau setara dengan 3 biji bakwan goreng.

    “Tiap minggu sudah ada pedagang yang mengambil (tompo dan kreneng).  Satu tangkep (isi 10 buah) dibeli 30 ribu. Seminggu kami bisa menghasilkan lima tangkep. Seberapa pun kami syukuri.  Alhamdulillah tiga anak saya bisa sekolah biar pun hanya lulusan SMA” kisah Sayemi didampingi istrinya.

    Di usianya yang kian lanjut Kakek Sayemi Hadi Sumanto dan istri tetap setia dengan pekerjaannya sebagai pengerajin anyaman bambu alat dapur tompo dan kreneng.

    Walaupun alat dapur prakatis modern terus membanjir sebagai saingan, ia tetap yakin pasar pembeli masih ada biar pun kian tersisih.

    Ditemani suara radio dan suara malam yang setia menemaninya lembur menganyam iratan demi iratan bambu, Kakek Sayemi Hadi Sumanto dan istri sangat yakin “Gustiallah ora sare”. Tuhan selalu Maha Adil membagi rezeki untuk umat-Nya.

     

    Penulis Joko Priyono Klaten

    Editor Joko Priyono Klaten.

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini