• Jelajahi

    Copyright © MARI MENYERU
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    pasang

    Subscribe YouTube

    Nyanyi Sunyi Syair Pujangga Kraton Lewat Laras Madyo Ngudi Luhur Asal Bero Klaten, Berikut Ceritanya

    JEPRI JOKO PRIYONO KLATEN
    Kamis, 22 Juni 2023, Juni 22, 2023 WIB Last Updated 2023-06-22T11:17:33Z


    MARIMENYERU.COM – Kesenian Jawa laras madyo mungkin terasa asing di banyak kalangan.  Maklum saja, selain sepi dari hiruk pikuk publikasi, seni laras madyo tak mudah datangkan cuan, semisal campur sari atau musik dangdut.

    Pewarisnya pun tak lagi muda.  Kebanyakan pelaku seni laras madyo lebih dari separuh baya.

    Padahal kalau publik tahu, pesan syair kesenian laras madyo sangat agung dan luhur. Syair seni laras madyo mendendangkan kitab wulangreh dan macapat yang di dalamnya sarat nasehat dan pesan luhur.

    Eksistensi kesenian laras madyo pun kian sepi. Sedikit panggung dan sedikit tanggapan. Seniman yang kini tetap bertahan memainkan terbangan, kecrek, siter dan kendang sebagai instrument utama laras madyo hanya menjaga satu niat, yakni merawat budaya adi luhung.

    Salah satu perkumpulan seniman laras madyo yang masih bertahan adalah laras madya Ngudi Luhur asal Dukuh Gatak, Bero, Trucuk, Klaten.

    Pelopornya adalah Bagiyo, tokoh desa setempat. Ayah dua anak itu yang sampai saat ini menjadi penggerak agar laras madya Ngudi Luhur tetap eksis bertahan.

    “Sejak kecil saya diperkenalkan dengan seni laras madyo itu dari simbah kakung (kakek). Laras madyo itu lazim dimainkan malam hari. Biasa manggung resmi itu di acara sadranan jelang tibanya bulan puasa” terang Bagiyo kepada MARIMENYERU.COM.

    Tentang syair yang lantunkan Bagiyo menjelaskan diambil dari tembang macapat dan kitab wulangreh.

    “Kitab wulangreh itu tulisan Sunan Paku Buwana IV dan Rangga Warsita pujangga Kraton Surakarto.  Isinya tentang nasehat kehidupan yang intinya mengajak kebaikan” jelasnya.


    Bagiyo yang aktif mengungggah video laras madyo Ngudi Luhur lewat akun youtube Bagiyo Polaris dan Pendopo Simbah itu mengatakan kalau grup seninya banyak diikuti seniman yang sudah lanjut usia.

    “Di laras madyo Ngudi Luhur Gatak, Bero itu diiukti 15 sampai 20 orang. Itu pun umurnya rata-rata di atas 60 tahun. Pesindennya atau penyanyi perempuannya yang aktif tinggal dua orang. Grup kami pernah tampil di RSPD Klaten.  Kami berharap pemerintah memberi ajang festival laras madyo sehingga para seniman punya ruang untuk berekpresi” pintanya.

    Nyanyi sunyi laras madyo Ngudi Luhur memang sedikit pengikut dan penggemarnya.  Tapi suara pitutur pujangga yang sarat makna dan nasehat itu tetap harus disuarakan.

    Sebab menyuarakan kebaikan itu tidak boleh mati.

    “Pamedare warsitaning ati, cumantaka haniru pujangga, dahat muda ing batine, nanging Kedah ginunggung, datan ruhyen AKEH ngesemi, ameksa hamungpaka, basa kang kalantur, tutur kang katula-tula, tinalaten rinuruh kalawan ririh, mrih padanging Sasmita”.

    Penulis Joko Priyono Klaten

    Editor Joko Priyono Klaten 

     

     

     

     

     

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini