• Jelajahi

    Copyright © MARI MENYERU
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    pasang

    Subscribe YouTube

    Mewarisi Jiwa Pengorbanan di Pekik Kemerdekaan Ke - 78 Tahun

    JEPRI JOKO PRIYONO KLATEN
    Senin, 21 Agustus 2023, Agustus 21, 2023 WIB Last Updated 2023-08-23T01:24:38Z


     

    MARIMENYERU.COM – Kemerdekaan bangsa kita  bukan warisan Belanda atau pemberian Jepang. Kemenangan ini juga bukan hadiah bangsa Portugis. Kemerdekaan yang dikumandangkan 17 Agustus 1945 silam  oleh Sang Proklamator Sukarno – Hatta adalah berkat rahmat Allah SWT dan perjuangan tulus tanpa pamrih para pahlawan.

    Mereka para pahlawan rela mengorbankan jiwa, raga dan hartanya untuk sebuah kebanggaan yakni bumi Indonesia yang merdeka.

    Ada satu kata yang patut dicatat dari peristiwa sejarah ini adalah para pahlawan itu rela berkorban demi cita-cita sebuah kemerdekaan yang mereka sendiri belum tentu menikmati kemerdekaan yang diperjuangkan. Mereka mampu memaknai pengorbanan itu sampai ke intisarinya.

    Pengorbanan itu tidak ada pamrih.  Mereka cukup akan bangga jika negeri yang dicintai itu merdeka dari kekuasaan penjajah. Mereka hanya berharap anak cucunya kelak merdeka dan bahagia. 

    Itulah makna pengorbanan yang sesungguhnya.

    Maka untuk memaknai kemerdekaan itu untuk menjadi pahlawan zaman kini tak perlu lagi mengangkat tombak atau menghumuskan keris guna berperang. Tidak juga main panah untuk mematikan saudaranya yang lain.

    Menjadi pahlawan masa kini adalah mereka yang mampu mengamalkan pengorbanan yang sesungguhnya.  Istilah jawa mengatakan “sepi ing pamrih rame ing gawe”.

    Inilah derajat para pahlawan, biar pun tidak harus disebut seorang pahlawan. Pahlawan zaman now adalah siapa yang mampu mengamalkan arti pengorbanan yang sesungguhnya. 

    Berjuang terus menerus dan berkorban tanpa berharap pamrih, kecuali kebaikan untuk sebesar-besarnya bagi kehidupan.

    Inilah derajat takwa yang muslih. Tingkatan takwa tertinggi yang sepadan dimiliki seseorang yang melampaui derajat ketauhidan (mukmin), ketaatan (muslim), keluhuran aklak (muhsin) dan mahsum (keterjagaan dosa).

    Muslih itu dia rela berkorban untuk nilai hakekat kebenaran. Ia mampu berdiri dengan prinsip yang kuat sehingga setiap kata dan perbuatan itu mampu menjadi teladan.  Hidupnya sudah diwakafkan untuk kebaikan dan umat.

    Maka untuk mewarisi jiwa pengorbanan para pahlawan, ada empat sifat yang diwariskan para leluhur jawa.

    Pertama sifat rumesep, yakni memiliki nilai kebaikan yang kemudian bisa dirasakan nilai manfaatnya bagi sesama.  Tak ubahnya seperti air hujan yang meresap di antara tanah yang kerontang lalu menyemaikan tanaman.

    Kedua sifat rumasuk, yakni perilaku hidup yang menyatu dengan Masyarakat tanpa harus membeda-bedakan satu dengan yang lain.  Jangan pernah merasa menjadi orang yang paling baik dan sempurna, kemudian berdiri bak dimenara gading, seolah tak mengenal dimana kakinya berpijak.

    Ketiga rumekso, yakni menjaga nilai – nilai kebaikan itu senantiasa lestari dan tumbuh subur menjadi bagian kehidupan masyarakat. 

    Keempat rumongso, yakni sebagai figur yang baik maka harus mau dan mampu menjadi teladan dalam kebaikan.  Kebaikan yang dicontoh secara jamaah akan menjadi amal yang mengalir, biar pun pemiliknya telah dikubur.

    Allah SWT berfirman dalam Q.S. Taubah ayat 105 yang menyampaikan “Dan katakanlah, bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan."


    Penulis Joko Priyono Klaten

    Editor Joko Priyono Klaten

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini