MMC Klaten
–Rezeki dalam islam bisa bermakna luas. Rezeki
tidak harus berupa uang, biar pun uang
itu sendiri adalah rezeki. Ketika
seseorang dimudahkan memahami ilmu, itu adalah rezeki. Punya keluarga harmonis rukun dengan istri, suami, anak, mertua,
saudara dan tetangga itu adalah rezeki yang lebih berharga dari segepok uang
dan kekayaan yang melimpah.
Ada juga yang memaknai rezeki itu adalah kemudahan
beribadah. Bisa menjaga sholat lima waktu, sabar dan istiqomah membaca al quran
serta dipertemukan dengan guru yang alim yang selalu membimbing dan
mengingatkan dalam kebaikan dan ibadah, itu juga rezeki yang tidak semua manusia
menikmati.
Tapi jamak manusia mengartikan rezeki itu adalah
uang. Karena uang bisa untuk membeli kemewahan ketika gelimang harta dipandang bisa
membuat manusia bahagia dan mulia.
Uang juga cukup digdaya. Ia bisa untuk membeli semua kesenangan dunia.
Harta, tahta dan wanita seolah identik dengan uang. Sebab dengan uang manusia bisa membeli
keindahan harta. Uang juga bisa untuk
membeli tahta atau kekuasaan, jika manusia itu pemuja kehormatan.
Uang pun bisa untuk menguasai wanita. Jika manusia diperbudak nafsu, maka uang
adalah segalanya. Tak heran jika
kemudian manusia pagi, siang, malam memburu uang lalu terus dan ingin terus
menumpuk sampai pundi - pundi hartanya melimpah.
Tapi kata kunci dalam islam dalam mengejar rezeki
itu adalah keberkahan. Rezeki itu harus
dicari dengan cara yang halal pun dibelanjakan untuk tujuan yang tidak
melanggar syariat.
Maka kita selalu berdoa semoga Allah SWT menurunkan
rezeki yang halal dan baik saja. Apa
artinya harta yang melimpah tapi haram. Tidak
ada gunanya rumah mewah, jabatan tinggi, terkenal dan dihormati di sana – sini tapi
tidak mengenal Tuhan – nya yang harus disembah dan dipuji. Lebih mulia kita hidup dengan harta
sederhana, tapi terjamin kehalalannya dan kebaikannya.
Allahumma innii as-aluka ‘ilman naafi’a, wa rizqon
thoyyibaa, wa ‘amalan mutaqobbalaa.
Artinya: “Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu
ilmu yang bermanfaat (bagi diriku dan orang lain), rezeki yang halal dan amal
yang diterima (di sisi-Mu dan mendapatkan ganjaran yang baik).” (HR. Ibnu
Majah, no. 925 dan Ahmad 6: 305, 322. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa
hadits ini shahih)
Maka kata kunci mencari rezeki itu adalah halal
(benar atau sah) dan thoyib (baik). Seperti karakter orang bertakwa dalam mencari
rezeki itu, islam mengajarkan dalam kehati-hatian.
Jangan pernah kita mendlolimi atau mengambil hak
orang lain misalnya mengurangi timbangan atau mengambil hak harta yang bukan
miliknya, termasuk korupsi. Atau dengan
cara menipu dalam mencari rezeki sehingga merugikan saudara sendiri.
Rosul menyukai umatnya yang bekerja keras. Tangan dan
kaki yang kasar karena bersungguh – sungguh mengumpulkan rezeki lebih Rosul
sukai ketimbang orang – orang yang malas sekedar mengiba berharap dibelas-kasihani.
Lalu bagaimana islam mengajarkan tentang membuka
pintu – pintu rezeki yang halal dan thoyib itu ?
1.
Rajin beristigfar
Beristigfar setiap pagi dan
petang adalah kebiasaan umat Nabi. Bahkan
dzikir istigfar, astagfirullah hal adziim adalah ibadah harian yang
diwariskan Nabiullah Muhammad SAW sebagai ibadah harian (yauni ibadah),
Ibarat gelas kotor yang
dibersihkan. Maka membaca kalimat
istigfar itu dimaknai membersihkan hati dan menggugurkan diri dari dosa. Manusia yang jiwanya bersih dari dosa, seperti
gelas yang putih bersih yang siap diisi dengan air.
Tidak mungkin seteguk madu
itu dituang ke dalam gelas yang kotor.
Dalam sehari 100 sampai 200 kali dicontohkan Nabi Muhammmad SAW
mengucapkan dzikir istighfar, biar pun beliau maksum, terjaga dari dosa. Jiwa yang bersih adalah wadah untuk
diturunkannya rezeki yang berkah.
2.
Menjaga silaturakhim
Ketika manusia masa kini
cenderung anti sosial, maka Nabi Muhammmad SAW mengajarkan silaturakhim. Menjaga
semangat persaudaraan terutama dengan saudara sendiri adalah perilaku mulia.
Maksud dari syariat ini
adalah merajut kasih sayang, terutama dengan saudara kandung, saudara orang tua
yang wafat atau kepada guru. Bahkan
dalam perintah silaturakhim itu, disunahkan membawa buah tangan. Jarak dan waktu yang memisahkan terkadang
menyisakan sahwa sangka. Maka
silaturkahim itu mencairkan dua hati yang berjarak. Tidak ada lagi prasangka dan praduga kecuali
tumbuh dalam hati itu rasa kasih sayang dan saling percaya.
"Barangsiapa yang
ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka sambunglah tali
silaturahmi" (HR. Bukhari dan Muslim).
3.
Berbakti kepada orang
tua
Orang tua, khususnya
seorang ibu, ibaratnya keramat hidup. Doanya sangat ijabah dan ridlonya menjadi
dalih turunnya ridlo Allah SWT. Tidak ada cerita orang sukses, kecuali dibalik
kesuksesannnya itu ia memuliakan ibunya.
4.
Bersedekah
Bersedekah adalah perilaku
orang bertakwa. Sedekah itu tidak saja diyakini sebagai tolak balak atau menjauhkan
bencana, tapi juga memberkahkan harta. Harta
yang berkah itu menjadikan pemiliknya semakin sholeh. Ia tidak berat berbagi karena hatinya dipenuhi
sifat kasih sayang jika melihat saudaranya lain yang kekurangan.
Orang beriman menyakini
bahwa sedekah itu pintu rezeki. Rahasia untuk
mengharap keberkahan juga keajaiban.
Bahkan balasan amal sedekah itu tak terkira.
"Sesungguhnya orang-orang yang
bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah dengan
pinjaman yang baik, akan dilipatgandakan (balasannya) bagi mereka; dan
mereka akan mendapat pahala yang mulia." (QS Al Hadid ayat 18).
5.
Tidak berbuat dosa
Berbuat dosa itu sama maknanya
memberikan noktah hitam dalam hati.
Sebuah kedurhakaan yang besar kepada Alah SWT adalah ketika manusia
meninggalkan syariat dan melanggar larangan.
Dosa itu adalah mengundang
murka Allah SWT dan perbuatan itu menutup pintu rezeki karena akan dicabut
keberkahan dalam hidup seorang manusia yang berbuat dosa.
6.
Pandai bersyukur
Makna syukur itu adalah
menggunakan kenikmatan yang diterima sesuai petunjuk Allah SWT. Misalnya
seseorang itu sehat, maka sehat itu ia gunakan untuk beribadah tidak disia-siakan
untuk maksiat. Jika Allah SWT menitipkan harta, maka ia pandai membelanjakannya
untuk berjual – beli dengan Tuhan-Nya sesuai syariat seperti infak, sedekah
atau zakat.
Syukur itu akan menurunkan
kebeberkahan.
walau anna ahlal-qurâ âmanû wattaqau lafataḫnâ ‘alaihim
barakâtim
minas-samâ'i
wal-ardli wa lâking
kadzdzabû fa
akhadznâhum
bimâ kânû
yaksibûn
Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan
bertakwa, niscaya Kami akan membukakan untuk mereka berbagai keberkahan dari
langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (para rasul dan ayat-ayat
Kami). Maka, Kami menyiksa mereka disebabkan oleh apa yang selalu mereka
kerjakan. (QS : Al-A’Raaf :96)
7.
Menjaga sholat dhuha
Seorang muslim tidak cukup
dengan sholat fardhu. Bahkan perilaku
para sahabat memberlakukan sholat sunat tak ubahnya sholat wajib. Salah satunya adalah sholat dhuha.
Minimal 4 rokaat ia
kerjakan setiap pagi sebelum dluhur. Di
sela – sela aktifitasnya mencari rezeki, ia tak lupa bertawakal dengan sholat
dhuha. Sholat dhuha menjadi penyempurna
atas ikhtiarnya mencari rezeki di atas dunia.
Penulis Joko Priyono Klaten
Editor Joko Priyono Klaten.