• Jelajahi

    Copyright © MARI MENYERU
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    pasang

    Subscribe YouTube

    Es Campur Dawet Pak Gumun Klaten, Jualan Sejak Zaman Presiden Sukarno Dari Harga 1 Sen

    JEPRI JOKO PRIYONO KLATEN
    Minggu, 09 Februari 2025, Februari 09, 2025 WIB Last Updated 2025-02-10T02:32:10Z

     


     


    MMC MEDIA - Penjual es campur di Kota Klaten bisa dibilang bejibun alias banyak. Minuman segar dengan perpaduan buah, kolang-kaling, gula jawa  dan tape ini paling segar diminum saat panas dan dahaga menantang.

     

    Tapi penjual es campur satu bisa dibilang paling legend alias melegenda. Beliau jual sejak zaman Presiden Sukarno. Artinya sosok ini jualan sejak 1965-an atau hampir 60 tahun.

     

    Luar biasa.

     

    Namanya Pak Gumun. Usianya sekarang 76 tahun. Kakek 12 cucu itu tetap setia jualan sampai sekarang dengan segudang cerita dari masa ke masa.

     

    "Saya jualan es campur dawet ini sejak harga semangkok 1 sen. Itu zaman Presiden Sukarno. Lalu harga rong gelo (dua rupiah) sampai limang gelo (lima rupiah)" cerita pak Gumun sambil duduk di bawah pohon ketepeng Jalan Kopral Sayom Jetak, Klaten saat ditemui marimenyeru.com  Sabtu siang (8/2).

     

    Pak Gumun sekarang tidak sendirian jualan es campur. Ia mengaku ilmunya sudah diturunkan ke anak cucunya untuk berjualan es campur dawet.

     

    "Sekarang sudah ada enam cabang es campur Pak Gumun Junior. Cucu-cucu saya yang meneruskan. Ada cabang di dekat Mbah Ruwet Ceper, Ringinan MAN Karanganom Mudal, di Jalan Kopral Sayom Jetak, komplek GOR Gelarsena Klaten, dan Mlinjon Tonggalan Klaten " jelasnya.



    Es campur Pak Gumun senior memang khas. Balok es yang digunakan untuk campuran masih diparut tradisional.  Istilah jawanya digosrok.  Jadi ada papan kecil yang tengahnya dipasang pisau tipis.  Lalu es batu ditekan dengan tangan dengan alat bantu kayu kecil yang ditanami banyak paku.  Lalu es batu itu ditaruh di atas papan dengan pisau tipis.

     

    Serutan es batu akan jatuh dari bawah papan.  Tak lupa semangkuk adonan gula, buah, cincau dan tape sudah disiap dengan parutan es batu sebagai topping.  Sesaat es campur dawet Pak Gumun siap disantap.


    Harganya pun ringan dikantong.  Semangkok es campur dawet Pak Gumun hanya bertarif tujuh ribu saja.

     

    Duduk di bawah pohon ketepeng sambil minum es campur dengan Pak Gumun juga banyak cerita tentang sejarah.

     

    “Dulu zaman G30/S-PKI ( Gerakan 30 September 1965, Pemberontakan PKI) banyak orang dibunuh.  Tokoh islam banyak yang diculik dibawa ke daerah Jambu Kulon, Ceper.  Lalu mereka banyak dibunuh dan mayatnya dibuang di Sungai” jelas Pak Gumun.

     

    Pak Gumun mengaku akhir-akhir ini omzetnya menurun.  Tidak selalu sebab cuaca, tapi ia mengaku ekonomi saat ini dirasakan lesu.

     

    “Saat ini pembeli saya menurun mas.  Para pedagang pasar juga banyak yang mengeluh dagangannya sulit laku.  Banyak juga orang pesan beli es campur.  Bilangnya uangnya besok. Yang seperti ini saya hitung-hitung nilai lebih dari satu juta tidak dibayar. Tapi saya tidak apa-apa.  Rezeki sudah diatur Allah SWT” ungkapnya ikhlas.

     

    Di usia yang sudah senja, Pak Gumun masih setia dengan profesinya sebagai penjual es campur dawet di Jalan Kopral Sayom. Ia tidak selalu berpikir uang.  Bisa ngobrol dan bercerita tentang sejarah tempo dulu bagi para pembeli setianya, menjadi bagian diri untuk menyambung cerita sejarah itu untuk diingat.

     

    Sesungguhnya hidup itu tidak selalu harus memburu uang.

     

    Penulis Joko Priyono Klaten

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini