KLATEN – Menjadi juru dakwah tidak sekedarkan
mengandalkan ilmu dan kecanggihan retorika yang menggelegar. Tapi untuk menjadi penyeru kebaikan harus
menjaga kesucian atas seruan yang disampaikan.
Pesan itu diingatkan Ustadz DR Hakimuddin Salim Lc,
dosen Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) saat didaulat oleh
Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) cabang Kabupaten Klaten umtuk memberikan
pembekalan bagi 350 calon dai guna menyambut datangnya bulan Ramadhan 1446
Hijriah bertempat di Pendopo Klaten (Ahad, 2/2/25) kemarin.
Mengambil tema fikih dakwah, pria lulusan
Universitas Madinah itu mengingatkan pentingnya menjaga filosofis dakwah itu
sendiri. Ada empat poin penting yang
tidak boleh dilupakan dalam menyampaikan pesan kebaikan
Pertama, menjaga kesucian niat.
Seorang juru dakwah itu harus menjaga kesucian
niatnya dalam menyampaikan kebenaran.
Niat itu adalah bagaimana dakwah dilakukan semata mencari ridlo Allah
SWT bukan tujuan materi. Sebab tujuan
dakwah itu sendiri adalah mengajak kebaikan.
Ketika umat berjalan dalam kebaikan dan istikomah itu sudah cukup
menjadi bayaran seorang dai yang ikhlash.
Kedua, membawa bekal ruhiyah.
Dai itu harus punya hubungan harmonis dengan Sang
Pencipta. Ia harus punya amal ibadah yang baik atau rukhiyah yang kuat. Seruan itu tidak serta merta memaksa manusia
tiba-tiba menjadi berubah baik. Allah
SWT yang menggenggam hati setiap manusia.
Ketika rukhiyah seorang dai itu kuat, maka pesan yang keluar dari
lisannya mampu menembus relung hati. Ada
rindu yang tak bisa dibendung untuk bertemu dengan guru. Hatinya menjadi teduh karena
nasehat-nasehatnya untuk menyirami hati – hati yang kering sentuhan Illahi. Itulah dakwah yang dirindu.
Ketiga, pandai membaca kondisi jamaah.
Seorang dai harus bisa berbicara dalam bahasa
jamaah. Menjalin interaksi dengan jamaah
menjadi kemampuan yang harus terus diasah. Menggunakan bahasa yang bisa
dimengerti pihak yang diajak bicara itu menjadi salah satu kunci keberhasilan
berdakwah. Jangan menggunakan istilah yang tinggi yang hanya pembicara sendiri
yang mengerti. Jangan jamaah dipaksa memahami bahasa yang mereka sendiri tidak
mengerti. Hal itu hanya akan berakhir
tidak empati.
Keempat, menyayangi jamaah.
Jamaah itu bukan orang lain. Nabi menjadikan umatnya tak ubahnya dirinya
sendiri. Mendoakan umat atau jamaah
dalam sendiri atau sholat adalah sisi lain yang harus diingat. Sebab doa itu menjadi bukti ketulusan niatnya
dalam menjalani Langkah menjadi dai.
Penulis Joko Priyono Klaten