MMC Media – Al quran mengabarkan kelak manusia dari
zaman Nabi Adam AS sampai manusia akhir zaman dikumpulkan Allah SWT di padang
mahsar. Manusia dan malaikat dikumpulkan berbaris – baris. Mereka tidak bisa
melangkah sejengkal pun selama 30 ribu tahun sebelum perhitungan amalnya
selesai.
Itulah hari kebangkitan atau yaumul ba’ats yang
dijanjikan. Beratnya keadaan saat itu sampai manusia lupa kalau mereka
dikumpulkan dalam keadaan telanjang.
Sulitnya keadaan saat itu sampai – sampai keringatnya yang mengucur bisa
menenggelamkan dirinya sendiri dan lupa keadaannya telanjang.
Di hari kebangkitan itu tidak ada penolong. Suami lupa dengan istrinya pun sebaliknya
seorang istri lupa dengan suaminya.
Orang tua tidak bisa menolong anaknya dan anak pun tidak bisa menolong
orang tuanya.
Di hari kebangkitan itu tidak ada peneduh tatkala
matahari didekatkan setinggi penggalah. Namun Allah SWT akan memberikan peneduh
ketika tidak ada peneduh. Salah satunya yang akan diberikan pertolongan itu
adalah wa rajulun mualaqqo fi masyajid, yaitu orang yang hatinya
senantiasa cinta dengan masjid (Hadis Riwayat Abu Hurairah).
Mendengar hadis ini Abdullah Ibnu Ummi Maktum,
sahabat yang buta itu ketakutan akan nasibnya kelak di padang mahsar. Lalu ia buru
– buru mengadukan nasibnya kelak di padang mahsar sambil minta keringanan
kepada nabi.
“Ya Nabi, saya buta. Apa ada keringanan bagiku yang buta ini untuk
tidak sholat di masjid?” pinta Abdullah Ibnu Ummi Maktum.
Jawaban Nabi di luar perkiraan para sahabat.
“Wahai Abdullah Ibnu Ummi Maktum. Sepanjang engkau masih mendengar suara adzan,
maka tidak ada keringanan bagimu untuk tidak sholat di masjid” kata Nabi
menjawab permintaan sahabatnya yang buta itu.
Jawaban nabi tak ubahnya cambuk bagi Abdullah Ibnu
Ummi Maktum. Ia jadi tambah semangat
ibadahnya tak kalah dengan sahabat lainnya, terutama menjaga sholat. Padahal ia
sahabat yang buta. Sholat dijaganya
sungguh – sungguh laksana menjaga bayi kecil yang tak berdaya. Waktu tak
ubahnya menjaga tibanya waktu untuk sholat bersama di masjid.
Kesibukan dunia tak mampu menggodanya untuk
berbaling dengan Allah SWT. Suara adzan
laksana suara merdu yang ditunggu – tunggu.
Sejenak setelah itu, Abdullah Ibnu Ummi Maktum bergegas mengambil air
wudlu untuk menunaikan ibadah sholat fardlu.
Sahabat nabi yang satu ini sangat sadar akan
keterbatasan dirinya. Lantas ia mengambil seutas tali yang dipancang dari pintu
rumah sampai ke pintu masjid. Tali
inilah yang akan menuntun langkah kakinya menuju masjid tatkala adzan
berkumandang.
Setiap mendengar suara adzan Abdullah Ibnu Ummi
Maktum bergegas ke masjid. Ia berpegang tali itu untuk menuntunnya sampai ke
masjid. Ia tak mau tertinggal menjalankan
sholat berjamaah di masjid dengan sahabat yang lain.
Pelajarannya adalah kalau Abdullah Ibnu Ummi Maktum
sahabat yang buta itu saja tidak diberikan keringan oleh nabi untuk tidak
sholat berjamaah di masjid, lalu bagaimana dengan kita yang diberikan tubuh
yang sempurna?
Sering orang menghabiskan waktu dan uang untuk
mengejar kesenangan dunia, tapi lupa ada masjid di depan rumahnya yang di sanalah
sesungguhnya sumber kebahagiaan dan
ketenangan hakiki.
Orang kuat bukan mereka yang berbadan kekar. Juga
bukan mereka yang bertubuh tinggi besar. Tapi yang kuat dan tangguh adalah mereka
yang mampu memaksa kakinya melangkah ke masjid ketika Allah SWT memanggil
dengan suara adzan.
Penulis Joko Priyono Klaten
Editor Joko Priyono Klaten.