MMC Media – Bulan Ramadhan adalah bukti cinta Allah
SWT kepada orang beriman. Tuhan akan
menghadiahkan surga yang penuh kenikmatan bagi umatnya yang diridloi tapi
dengan syarat. Mereka harus mampu
menjadi insan bertakwa yang dibangun salah satunya dengan puasa Ramadhan.
Jadi puasa Ramadhan itu bukan untuk memperberat hidup manusia dengan lapar
dan haus. Manusia disyariatkan agar sabar
menahan dari sahwat makan, minum dan berjimak dengan pasangannya di waktu
siangnya sebagai ujian kepatuhan dan keimanan.
Orang akan sabar dengan puasanya atau tidak. Ia mampu menjaga puasanya secara sungguh –
sungguh atau lalai sekedar puasa untuk menggugurkan kewajiban sampai Ramadhan
berakhir. Itulah ujian sesungguhnya saat puasa.
Tapi sering orang salah kaprah. Kemenangan Ramadhan
dimaknai secara dlohir semata. Idhul
fitri dimaknai dengan baju baru, rumah baru, perabot baru atau kendaran yang
baru. Idhul fitri dimaknai boros dengan
belanja ke sana – sini untuk memborong makanan ini - itu.
Sungguh kemenangan Ramadhan dengan Hari Raya Idhul
Fitri bukan kemenangan dlohir. Larut untuk bermewah – mewah saat
bersilaturakhim, makan enak atau berfoto selfi sana – sini lalu diunggah bangga di akun media sosial
bertabur haha - hihi.
Puasa menjadi bulan pengemblengan jiwa. Raga berpuasa, tapi sesungguhnya adalah jiwa
yang ditempa.
Puasa yang bermakna harus mampu melahirkan
jiwa-jiwa baru yang lebih mulia. Orang menang dengan puasanya ia akan menjelma
menjadi manusia baru dengan perilaku yang indah, penuh manfaat dan kebaikan.
Laksana ulat yang puasa menjadi kepompong lalu menjelma menjadi kupu – kupu nan
indah yang membuat setiap orang tertarik, untuk mendekat dan menyentuhnya.
Maka seorang mukmin yang memenangkan bulan Ramadhan
adalah mereka yang kaya dengan kesholehan sosial. Sebab puncak penghambaan manusia kepada Allah
SWT dengan ibadah itu adalah kesholehan, yakni perilakunya yang baik dan
bermafaat untuk sesama.
Perilakunya indah dengan baju takwa. Hartanya indah
dengan jiwa dengan cerminan perilaku yang sholeh. Ia tidak sombong. Justeru ia
menjadi pribadi mulia dengan sifat rendah hati kepada sesama.
Derajat takwa diukur dengan perilaku seorang mukmin
yang suka berbagi. Mukmin yang bertakwa dan berhasil dengan puasa Ramadan, ia
tidak akan kikir dengan hartanya.
Uangnya berkah sebab ia rajin dengan zakat, infak
dan sedekah. Hartanya yang lain digunakan kebaikan masyarakat. Ilmu digunakan
mencerahkan jiwa – jiwa yang hidup dalam kebodohan dan kegelapan. Ia tidak kikir dengan hartanya, justeru
membelanjakan di jalan Allah SWT karena didorong keyakinan bahwa harta itu
adalah tolak balak dan sumber kemuliaan.
Orang yang sholeh dan menang Ramadhan adalah mereka
yang penyabar. Ia mampu menahan rasa marahnya, biar pun ia berada di pihak yang
benar dan seolah berhak untuk marah dan memarahi orang lain. Ia menjaga sungguh - sungguh lidahnya agar tidak
melukai hati orang lain. Rasa marah
adalah pintu dosa dan barang siapa yang mampu menjaga rasa marah maka kata
Rosul Muhammad SAW cukup baginya balasan surga.
Dan puncak kemenangan Ramadhan itu adalah istiqomah.
Semangatnya ibadah di bulan suci tidak lalu sepi
dan tetap menyala berapi – api, walaupun
Ramadhan telah pergi. Ke masjidnya
istiqomah. Tilawah membaca al qurannya istiqomah. Sholat lima waktunya terjaga
bahkan dengan sholat-sholat sunahnya yang lain. Sedekah dan semangat berbaginya
juga istiqomah. Tuturnya lemah lembut
penuh kesabaran dan didukung kaki dan tangannya yang ringan membantu bagi yang
membutuhkan.
فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا إِنَّهُ
بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Maka istiqamahlah kamu (Muhammad) di jalan yang benar, sebagaimana
telah diperintahkan kepadamu dan juga kepada orang yang bertaubat bersamamu,
dan janganlah kamu melampaui batas. Sungguh, Dia Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan.”(Q.S. Hud : 112)
Penulis Joko Priyono Klaten